Di tahun 2000-an berbagai usaha
mulai dilakukan untuk menginternetkan pemerintah baik di sisi proyek, maupun
karena desakan masalah transparansi pada masyarakat. E-Government merupakan
urat nadi pemerintahan. Meskipun masih relatif muda, namun tidak sedikit uang
rakyat digunakan bagi pengembangan teknologi informasi bagi operasionalisasi
pemerintahan dan pelayanan umum. Namun demikian, E-Government belum menunjukkan
manfaat yang signifikan bagi efektifitas dan efisiensi jalannya pemerintahan
dan pelayanan umum yang terbaik. Pulau-pulau E-Government terbentuk dalam NKRI
dan memperlebar jurang integrasi database nasional.
Otonomi daerah melahirkan persepsi
& komitment yang sangat bervariasi dalam pengembangan E-Government daerah
dan nasional. Kondisi ini menciptakan kesadaran bahwa dalam pengembangan
e-government, panji2 otonomi tetap harus berjalan pada koridor nasional.
27 Juni 2005 Bambang Dwi Anggono,
biasa di panggil Ibenk, membentuk mailing list egov-indonesia@yahoogroups.com
tempat berdiskusinya para aktifis e-government Indonesia, pada pertengahan 2006
telah melibatkan hampir 400 aktifis di dalamnya. Mailing list egov-indonesia
merupakan mailing list paling aktif diantara berbagai tempat diskusdi egov dan
berusaha menjebatani keterbatasan kemampuan daerah & pusat melalui
kebersamaan dan saling mendukung dengan mengesampingkan ego sektoral. Sinergi
antara Akademisi, Bisnis dan Government diyakini akan mampu membawa
E-Government ke arah yang lebih baik.
Pemanfaatan TIK dalam pemerintahan
dimulai pada tahun 1992 ketika pada beberapa Pemerintah Daerah (Pemda Tingkat
II, istilah saat itu) menerapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) melalui pemanfaatan
komputer stand alone. Proyek tersebut dikenal dengan Proyek KTP Mbak Tutut
(Putri (Alm) Mantan Presiden Soeharto), karena menurut isue yang berkembang
proyek tersebut dimenangkan di dijalankan oleh perusahaan milik Mbak Tutut.
Keberhasilan KTP komputer ini kemudian dilanjutkan dengan proyek Surat Ijin
Mengemudi (SIM) Mbak Tutut. Istilah e-Government saat itu belum dikenal.
Istilah yang digunakan adalah komputerisasi. Sejak era tahun 1992 tersebut,
hampir seluruh Departemen, Propinsi (Pemda tingkat I) dan Pemda tingkat II
membelanjakan komputer, namun karena tidak banyak Pegawai Negeri SIpil (PNS)
yang dapat mengoperasikan komputer, dengan mengingat harga yang mahal dan
dikhawatirkan mudah rusak, maka perangkat komputer hanya dipercayakan
pengoperasionalannya kepada orang-orang tertentu saja. Hal ini yang mungkin
menyebabkan penetrasi komputer dan user komputer di pemerintahan berjalan
lambat dibandingkan lembaga profit. Komputer pada saat itu lebih banyak
digunakan untuk pengelolaan surat-menyurat, pengganti mesin ketik. Perkembangan
selanjutnya, pada tahun 1995, Pemerintah mengambil kebijakan pemanfaatan
komputer untuk administrasi kepegawaian. Pada era ini, jaringan komputer sudah
berkembang. Sistem Informasi (SI) Kepegawaian (Simpeg) telah memanfaatkan
komputer berjaringan dan dioperasionalkan dengan cukup baik. Pada tahun 1997,
Departemen Dalam Negeri (saat ini Kementerian Dalam Negeri) membangun suatu
proyek prestisius berupa pembangunan Jaringan Komunikasi Tertutup (Jartup) yang
dikenal dengan nama proyek Sistem Komunikasi Dalam Negeri (Siskomdagri).
Siskomdagri berupa proyek pemasangan Very Small Aparature Terminal (VSAT) pada
seluruh Pemerintah Daerah Tingkat I dan Tingkat II dan dimanfaatkan untuk
komunikasi (telepon dan fax) antar Pemda. Proyek ini bertahan sampai dengan
tahun 2002, ketika Pemda sudah enggan membayar iuran tahunan yang dirasakan
memberatkan. Proyek Siskomdagri kemudian diperbaharui dengan Proyek baru
bernama Jaringan Komunikasi Pusat dan Daerah (Jarkompusda) pada tahun 2005
hingga saat ini (2011). Setelah proyek Depdagri tahun 1997 tersebut, banyak
Departemen yang menjalankan proyek sentralistik top down yang serupa, seperti
Sistem Komputerisasi Haji (Siskohaj), Sistem Informasi Kesehatan (Simkes),
Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas) dan Inhern oleh Kemdiknas, dan
lain-lain. Istilah e-Government mulai muncul pada era tahun 2000-an, dan masih
berjalan lambat hingga tahun 2007-an. Meskipun sejak tahun 2000 internet telah
cukup banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh pemerintah dan dunia usaha, namun
belum banyak lembaga pemerintah yang memiliki situs web, bahkan di tingkat
Departemen. Pada era 2000-an, terdapat sekitar puluhan website pemerintah, baik
pusat maupun daerah. Berbeda dengan kondisi tahun 2011, dimana seluruh
pemerintah pusat dan daerah, termasuk lembaga-lembaga ad-hock telah memiliki situs
web (600 Kementerian/Lembaga/Pemda).
Dengan beberapa penjelasan dan
implementasi proyek-proyek nasional di atas (Siskomdagri/Jarkompusda,
Jardiknas/Inhern, Jaringan Kesehatan nasional, dll), sebenarnya pemerintahan
online sudah tercapai.
Hingga tahun 2011, pemanfaatan
e-Government sebagai bentuk baru 'Government' dirasakan belum maksimal. Proses
bisnis yang mestinya bisa diefektifkan melalui fungsi TIK, belum
diorganisasikan melalui suatu Business Process Re-engiineering (BPR) yang baik.
Sebagai contoh, kalau kita perhatikan, meskipun kita sudah merdeka selama 66
tahun, meskipun Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) telah memanfaatkan TIK
dengan nilai tidak murah, proses bisnis la yanan kependudukan (KK, Akta
Kelahiran, KTP, dll) hampir tidak berubah sejak mulai kita merdeka. Untuk
mengurus KTP, seseorang harus mengurus berjenjang (verifikasi data) dari RT,
RW, Kelurahan/Desa dan Kecamatan, meskipun database-nya sudah ada. Database
penduduk dan warga negara ini belum dapat dimanfaatkan oleh sistem informasi
lain, seperti SI Pendidikan, SI Kesehatan, SI Pemilu, SI Kepegawaian, SI keimigrasian,
dll.
regulasi di bidang e-Government
berjalan sangat lambat. Sampai dengan tahun 2011, regulasi spesifik di bidang
e-Government adalah Instruksi Presiden (Inpres) nomor 3 tahun 2003 tentang
Kebijakan dan Strategi e-Government Indonesia dan Peraturan Menteri Kominfo
nomor 28 tahun 2006 tentang pengelolaan nama domain pemerintah. Selain itu,
beberapa regulasi yang bersifat sektoral juga telah diterbitkan, seperti UU
nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dan produk-produk
turunannya, UU tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, UU Keimigrasian, dll.
Regulasi dan regulasi turunan sektoral tersebut juga mengatur implementasi
e-Government sesuai sektor masing-masing.
30 Juni 2004 dideklarasikan
penggunaan dan pengembangan Open Source Software yang ditandatangani
oleh : Menteri Riset dan Teknologi, Menteri Komunikasi dan Informatika,
Menteri Kehakiman dan HAM, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Menteri
Pendidikan Nasional.
IGOS adalah gerakan yang dicanangkan
oleh pemerintah, oleh 5 kementerian, yang merupakan sebuah ajakan untuk
mengadopsi Open Source dilingkungan pemerintah termasuk e-government.
Logikanya, harusnya semua source code program SIM di lingkungan pemerintahan
terbuka dan dapat di share dengan instansi lainnya. Pada tahun 2009,
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Menpan) mengeluarkan surat edaran
yang mewajibkan Pemerintah menggunakan perangkat lunak legal dan diarahkan
kepada Open SOurce, dengan batas waktu 31 Desember 2011, artinya pada 1 Januari
2012 seluruh lembaga pemerintah harus sudah memanfaatkan perangkat lunak legal
dan diutamakan Open SOurce. Kisah tegas implementasi Open Source di Indonesia
dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Pekalongan (akhir 2010), dimana seluruh
komputer Pemkot diinstall dengan open source. Walikota menyatakan akan memutasi
pegawai yang tidak dapat mengoperasikan komputer berbasis Open Source.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar